Minggu, 25 Januari 2015

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan "Metode Jalur (Transek)"



LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN
“METODE JALUR (TRANSEK)”

DISUSUN OLEH:
Voni Mauliana F16112007
Kelompok 4
Pendidikan Biologi Reguler B

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014



METODE JALUR (TRANSEK)
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik digunakan cara jalur atau transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi, dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis topografi. Transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukan atau beberapa bentukan. Ukurannya tregantung pada beberapa kondisi. Transek bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan serta untuk mengetahui hubungan vegeterasi yang ada disuatu lahan secara cepat.

B.     Masalah
Latar belakang diatas telah dijelaskan mengenai metode jalur (transek), berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat memuat masalah yaitu bagaimana mengetahui komposisi tumbuhan pada suatu daerah atau pada suatu area tertentu?

C.     Tujuan
Berdasarkan masalah diatas, maka dapat disimpulkan tujuan praktikum metode jalur (transek) ini yaitu mengetahui komposisi tumbuhan pada suatu daerah atau pada suatu area tertentu.


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Ramazas, 2012).
Menurut Oosting (1956), menyatakan bahwa transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studi altituide dan mengetahui perubahan komunitas yang ada (Heddy, 1996).
Transek adalah jalur sempit  meintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki. Metode Transek bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan serta untuk mengetahui hubungan vegeterasi yang ada disuatu lahan secara cepat (Odum, 1993).
Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasarkan panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan presentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Ali, 2008)
1.      Line transect (transek garis)
Dalam metode ini garis – garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan beberapa kali dijumpai.
2.      Belt transect (transek sabuk)
Belt transect merupakan jalur vegetasi yang lebar nya sama dan sangat panjang. Lebar jalur ditentukan oleh sifat – sifat  vegetasinya untuk menunjukan bagan yang sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m, transek 1 m digunakan jika semak dan tunas dibawah dilakukan, tetap apabila hanya pohon-pohonnya yang dewasa di petakkan itu merupakan transek yang baik 10 m. Panjang transek tergantung pada tujuan penelitian, dimana setiap segmennya dipelajari vegetasinya (Soerianegara, 1998).
Untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi  di areal hutan dapat digunakan indeks Shannon_Wienner. Formula yang digunakan untuk melihat indeks keragaman Shannon_Wienner adalah:
D         = - ∑ Pi ( Log e Pi)
I           = 1
D         = Indeks Shannon_Wienner
Pi         = Kelimpahan relatif dari spesies ke-I
Ni         = Jumlah individu spesies ke-I
Nt        = Jumlah total untuk semua individu
Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Nilai kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, Dominasi, Dominasi Relatif, dan Indeks Shannon_Wienner dimaknai dengan mengkaitkannya terhadap pengolahan dan kelesterian hasil hutan (Michael, 1997).



BAB II
METODE PENELITIAN
A.    Waktu Pelaksanaan
Waktu             : Sabtu, 8 November 2014
Tempat            : Hutan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak

B.     Alat dan Bahan
No
Nama Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Meteran
Pancang
Tali Plastik
Kantong Plastik
Label
Termometer
Soil Termometer
Soil Moisture meter

C.     Cara Kerja
1.      Pertama kali dibuat transek sepanjang 100m dengan menggunakan tali plastik.
2.      Kemudian pada setiap 20 m dibuat plot kuadrat dengan ukuran 10 x 10 m
3.      Untuk pohon yang diukur adalah : jenis spesies, DBH(diameter breast high), tinggi pohon dan cover.
4.      Untuk sampling dibuat plot dengan ukuran 5 x 10 m didalam plot ukuran 10 x 10 m atau atau dengan membagi plot tersebut.
5.      Untuk seedling dibuat plot dengan ukuran 1 x 1 m dalam plot 5 x 10 m.
6.      Untuk sampling dan seedling diukur diameter jenis tanaman dan jumlahnya.
7.      Jika nama tumbuhan dikenal harus diambil contoh tanaman tersebut dan dimasukan kedalam kantong plastik besar untuk dibuat herbarium dan diidentifikasi.
8.      Dianalisa data yang diperoleh.

BAB III
ANALISIS DATA
A.    Hasil Pengamatan
1.      Tabel 1 :  Nilai Analisa Kuantitatif Semai Setiap Plot.
No
Spesies
£
IND
£ PLOT
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp/ INP total
Log INP sp/ INP total
H sp.
1
Nephrolepis acutifolia
5
4
1
4,23
1
40
44,23
0,22
-0,6
Kelimpahan rendah
2
Nephrolepis biserrata
104
4
20,8
89,27
1
40
129,27
0,64
-0,2
Kelimpahan rendah
3
Piper bettle
6
2
1,5
6,44
0,5
20
26,44
0,13
-0,9
Kelimpahan rendah
                                                                   
2.      Tabel 2 :  Nilai Analisa Kuantitatif Pancang Setiap Plot.
No
Spesies
£
IND
£ PLOT
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp/ INP total
Log
INP sp/ INP total
H sp.
1
Stenoclaena palustris
99
4
16,5
40
0,5
14
54
0,27
-0,56
Kelimpahan rendah
2
Pandanus utilitis
16
2
2,66
6,46
0,33
9,45
15,91
0,08
-1,09
Kelimpahan rendah
3
Caladium sp.
4
1
0,66
1,6
0,16
4,58
6,18
0,03
-1,5
Kelimpahan rendah
4
Vitex pinata
3
2
0,5
1,21
0,33
9,45
10,66
0,053
-1,27
Kelimpahan rendah

3.      Tabel 3 :  Nilai Analisa Kuantitatif  Tiang Setiap Plot
No
Spesies
£
IND
£ PLOT
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp/ INP total
Log
INP sp/ INP total
H sp.
1
Ficus elastica
46
6
7,66
66,8
0,83
39
105,8
0,53
-0,29
Kelimpahan rendah
2
Livistona sp.
1
1
0,16
1,3
0,16
7,5
8,8
0,04
-1,39
Kelimpahan rendah
3
Peltophorum pterocarpur
2
1
0,33
2,8
0,16
7,5
10,3
0,05
-1,3
Kelimpahan rendah
4
Alpinia galanga
2
1
0,33
2,8
0,16
7,5
10,3
0,05
-1,3
Kelimpahan rendah


4.      Tabel 4 :  Nilai Analisa Kuantitatif Pohon Setiap Plot.
No
Spesies
£
IND
£ PLOT
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp/ INP total
Log
INP sp/ INP total
H sp.
1
Durio sp.
3
1
0,50
6
0,16
6,90
12,90
0,06
-1,19
Kelimpahan rendah
2
Ficus elastica
35
6
5,83
70
1
43,10
113,10
0,57
-0,25
Kelimpahan rendah
3
Niphelium lappaceum
11
6
1,83
22
1
43,10
65,10
0,33
-0,49
Kelimpahan rendah


B.     Pembahasan
 Praktikum metode transek bertujuan untuk mengetahui komposisi tumbuhan pada suatu daerah atau pada suatu area tertentu. Menurut Oosting (1956), menyatakan bahwa transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studi altituide dan mengetahui perubahan komunitas yang ada (Heddy, 1996).
Untuk mengetahui komposisi berdasarkan hal tersebut, maka dibuatlah jalur trek sepanjang 100 m, yang kemudian jalur tersebut dibentuk plot-plot lebih kecil berukuran 20x20 m di sisi kanan dan kirinya. Di dalam setiap plot tersebut, dibuat lagi plot dengan ukuran yang lebih kecil. Plot dengan ukuran 2x2 m untuk mengidntifikasi semai, plot ukuran 5x5 m, untuk mengidentifikasi pancang, plot dengan ukuran 10x10 m untuk mengidentifikasi tiang, sedangakan untuk mengidentifikasi pohon pada plot 20x20 m (pada semua plot-plot kecil tersebut). Pengamatan dilakukan pada empat level tumbuhan, yaitu semai, pancang, tiang dan pohon didapatkan 14 spesies yaitu pada semai Nephrolepis acutifolia, Nephrolepis biserrata, Piper bettle. Pada pancang terdapat Stenoclaena palustris, Pandanus utilities, Caladium sp, Vitex piñata. Pada tiang terdapat Ficus elastic, Livistona sp, Peltophorum pterocarpur, Alpinia galangal. Dan pada pohon terdapat Durio sp, Ficus elastic, dan Niphelium lappaceum.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tingkat semai diperoleh tiga jenis tumbuhan dengan INP yang paling tinggi adalah Nephrolepis biserrata yakni sebesar 129,27 %. Dari hasil analisa kuantitatif pada level pancang spesies yang lebih mendominasi adalah Pandanus utilitis dengan nilai INP sebesar 15,91 % . Pada level tiang, spesies yang mendominasi adalah Ficus elastica dengan nilai INP sebesar 105,8 % . Kemudian pada level pohon tumbuhan yang mendominasi juga sama yaitu Ficus elastica dengan nilai INP sebesar 113,10 % . Dari data-data yang didapat, dapat terlihat komposisi tumbuhan yang banyak tumbuh pada hutan tersebut.
Keanekaragaman tumbuhan di setiap plotnya berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh daya dukung tumbuh disetiap tumbuhan tersebut. Daya dukung ini dapat berupa faktor abiotik seperti suhu, cahaya matahari, curah hujan serta kelembaban pada daerah hutan. kondisi abiotik seperti suhu udara , suhu tanah dan juga pH tanah. Suhu udara di setiap plot berkisar antara 26-290C, sedangkan suhu tanahnya berkisar 26-270C dan pH tanahnya 4-6. Pengaruh keanekaragaman tanaman di hutan ini juga erat kaitannya dengan kondisi tanah ini, kondisi asam dapat menyebabkan banyak tumbuhan tidak dapat hidup dengan baik bahkan tidak dapat hidup sama sekali.


BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan.
2.      Pengamatan dilakukan pada empat level tumbuhan, yaitu semai, pancang, tiang dan pohon serta didapatkan 14 spesies
3.      Pada semai terdapat Nephrolepis acutifolia, Nephrolepis biserrata, Piper bettle. Pada pancang terdapat Stenoclaena palustris, Pandanus utilities, Caladium sp, Vitex piñata. Pada tiang terdapat Ficus elastic, Livistona sp, Peltophorum pterocarpur, Alpinia galangal. Dan pada pohon terdapat Durio sp, Ficus elastic, dan Niphelium lappaceum.
4.      Tingkat semai diperoleh INP yang paling tinggi adalah Nephrolepis biserrata yakni sebesar 129,27 %. Pada level pancang spesies yang lebih mendominasi adalah Pandanus utilitis dengan nilai INP sebesar 15,91 %. Pada level tiang, spesies yang mendominasi adalah Ficus elastica dengan nilai INP sebesar 105,8 %. Kemudian pada level pohon tumbuhan yang mendominasi juga sama yaitu Ficus elastica dengan nilai INP sebesar 113,10 %.
5.      Suhu udara di setiap plot berkisar antara 26-290C, sedangkan suhu tanahnya berkisar 26-270C dan pH tanahnya 4-6.

B.     Saran
Dalam praktikum transek ini sebaiknya diperlukan alat yang lengkap dan dalam mengukur jalur harus lebih tepat lagi dalam penggunaan kompasnya sehingga tidak akan terjadi hambatan dalam melakukan pengamatan.


DAFTAR PUSTAKA
Ali, Iqbal. 2008. Analisis Vegetasi 1. (online). (http://iqbalali.wordpress.com, diakses 29 Desember 2014)

Ramzahas. 2012. Analisa Vegetasi. (online). (http://www.nakertrans.go. id/ statistik_trans /INFO%20 lainnya/A.php, diakses 29 Desember 2014)

Heddy, S dan Kurniati, M. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Michael, P. 1997. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: UI-Press.

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta: UGMP

Oosting. 1956. The Study Of Plant Community. London: Freeman and Company

Soerianegara 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bandung: Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan "Pengaruh Faktor Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman"

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN ”PENGARUH FAKTOR IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN” DISUSUN OLEH : Voni Maul...